Secara keseluruhan, cerita yang ingin kami usung adalah tentang metamorfosis seorang perempuan muda, yang kemudian beranjak dewasa, hingga kelak ketika ia menjadi orang tua. Aneka rupa peristiwa: senang-sedih, jatuh-bangun, tawa-tangis, kehujanan-kepanasan, lapar-kenyang yang berdasarkan kisah nyata penulis, kami coba ramu sedemikian rupa, untuk menyampaikan banyak hal. Yang pertama adalah pesan, yang menjadi identitas buku ini. Yang kedua adalah pertanyaan dan wacana diskusi, karena bagi kami, buku yang menarik adalah yang memberikan satu ruang kepada pembacanya untuk bebas berinterpretasi, berimajinasi, dan berkesimpulan. Untuk lebih kongkretnya, adalah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: sebagai perempuan muda, haruskah aku menjadi mimpiku atau barangkali mimpi dari orangtuaku? Sebagai perempuan dewasa nanti, yang barangkali seseorang sudah meminangku, haruskah aku menjadi mimpi dari suamiku atau kelak ketika aku sudah tua, haruskah aku menjadi mimpi dari anak-anakku? Apakah Tuhan Mengizinkanku ‘tuk memilih atau biarkan aku mengizinkan Tuhan Memilihkan satu untukku?
Paragraf di atas adalah abstraksi dari mimpi kami tentang buku(-buku) yang kami tulis. Kalau tak tampak sederhana, mohon maaf, terkadang memang angan-angan sulit dikalimatkan. Kalau Tuhan Mengizinkan, dan juga Memberi kesempatan, insya Allah buku pertama kami ini, Malam-Malam Terang, akan jadi buku pertama dari trilogi yang kami harapkan bisa merajut bagian demi bagian dari barisan impian kami di atas. Doakan ya :)
Tentang Malam-Malam Terang.
Buku ini bercerita fase pertama; di mana Tasniem, tokoh utama di dalam buku ini, mengalamai kegagalan untuk memperoleh nilai ujian akhir yang cukup untuk masuk SMA idamannya di Yogya. Tasniem yang saat itu baru 15 tahun, menantang dirinya untuk merantau ke luar negeri. Berbekal restu sang ibu yang rela menjual sepetak tanah, ia berangkat ke Singapura melanjutkan sekolah dengan tekad memenangi apa yang “direbut” darinya.
Hidup di Singapura dan belajar di sekolah internasional mengantarkan Tasniem melihat dunia global. Di sisi lain, remaja belasan tahun ini juga didera cobaan hidup merantau: rindu keluarga, kesepian, terasing dan uang pas-pasan seringkali merayunya untuk menyerah dan pulling.
Beruntung, Tuhan kirimkan tiga teman serantau; Cecilia asal China, Aarin asli India, dan Angelina dari Indonesia. Empat sekawan ini sekalipun berbeda dalam keyakinan dan banyak hal lain, berhasil melewati suka-duka dan sukses membangun persahabatan. Petulangan mereka menjadi suguhan menarik sarat makna.
Mampukah Tasniem memenangi apa yang menjadi tekadnya? Mampukah ia menjadi bintang yang paling terang?